14 Tahun Hidup Dalam Kerumunan Sampah

14 Tahun Hidup Dalam Kerumunan Sampah

\"14

Rosia (54), seorang nenek dengan 4 orang cucu ini tinggal dalam kerumunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Air Sebakul Kota Bengkulu. Di usianya yang sudah cukup tua ini, ia masih tetap berusaha mengumpulkan barang-barang bekas dari tumpukan sampah. Pekerjaan tersebut sudah ia jalani selama 14 tahun, semua itu ia lakukan hanya untuk sesuap nasi agar dapat bertahan hidup. Bagaimana kisahnya? Simak laporan berikut;

EKO PUTRA MEMBARA - Kota Bengkulu

SUDAH lebih dari 14 tahun, Rosia dan sang suami Ishak (63) bekerja sebagai pengumpul barang bekas di tempat sampah TPA Air Sebakul. Ketika fajar mulai memunculkan sinarnya dari ufuk timur sekitar pukul 05.30 WIB, Rosia pun bergegas untuk pergi ke TPA tersebut agar nantinya ia tak keduluan dengan para pengumpul lainnya. Hati Rosia pun senang ketika mobil diesel pengangkut sampah mulai berdatangan untuk membuang sampah ke TPA tersebut. Ketika mobil sampah tersebut sudah mulai menumpahkan sampahnya, Rosia menyiapkan tenaga dan siap mengais berharap mendapatkan barang yang bisa dijual kembali. Tak heran Rosia pun terkadang harus rebutan dengan pengepul lainnya, namun ia menyadari bahwa untuk mencari rezeki ditempat tersebut bukan ia saja.

\"Ya kita mencari hanya seadanya saja, ketika itu rezeki saya, maka akan saya dapatkan. Kadang sehari, cuma dapat sedikit yang tak lebih dari 1 keranjang,\" jelasnya sambil tersenyum. Pekerjaan tersebut ia lakukan lebih dari 14 tahun, karena Rosia dan sang suami tak mempunyai pekerjaan lain.

Rosia mengungkapkan kepada BE, bahwa ia sebelum bekerja tempat TPA, ia bersama sang suami pernah bekerja sebagai Petani Penyadap Karet di kampung halamannya Lubuk Linggau Sumatera Selatan. Namun penghasilannya tersebut tak mencukupi untuk membiayai hidup dalam sehari-hari. Lantaran Rosia hanya numpang menyadap karet ditempat orang lain. Akhirnya adik dari orang tua Rosia pun mengajak Rosia dan sang suami untuk pergi ke Kota Bengkulu. Pada akhirnya sampailah Rosia di tempat TPA dan ia pun bekerja ditempat tersebut sebagai pengepul sampah.

\"Om saya yang mengajak saya ke TPA ini. Ya lumayan lah di sini penghasilanya dari pada di kampung. Cukup untuk kami makan dengan anak-anak,\" tuturnya dengan bahasa Lembak.

Ia menjelaskan, penghasilannya tak lebih dari Rp. 20 ribu dalam satu harinya. Rosia tak mempunyai pekerjaan tambahan lainnya, sehingga ia tak dapat menyekolahkan 4 orang anaknya.

Namun saat ini semua anak dari Rosia sudah menikah, dan ia bersukur biaya hidupnya sudah sedikit ringan. Ia bekerja saat ini untuk membiayai hidupnya dan sang suami. \"Saya bersukur, anak saya semuanya sudah menikah. Semua anak saya berprofesi yang sama sebagai pengepul sampah di sini,\" ungkapnya.

Namun saat ini Rosia harus bersedih karena sang suami sudah tak dapat lagi bekerja seperti biasanya. Karena sang suami sudah terlalu tua sehingga tak dapat lagi berkerja. Ia pun harus sendiri bekerja untuk membiayai hidupnya. Terkadang pun ia tak mendapatkan apa-apa dalam bekerja, hanya mendapatkan sengatan panasnya terik matahari.

\"Suami saya sudah tak lagi kuat untuk bekerja, hanya di rumah saja. Kemana-mana pun sudah tak kuat. Saya bekerja dengan sebisa saya, yang penting kami bisa makan saja sudah cukup,\" jelasnya dengan mengeluarkan air mata.

Dengan keadaan tersebut Rosia tetap tegar untuk menghadapinya, karena ia percaya bahwa rezeki semua sudah ada yang mengatur. Rosia pun berharap, nantinya para warga di TPA ini dapat diperhatikan pemerintah. setidaknya melihat keadaanya pun sudah cukup baginya.

\"Kalau untuk bantuan secara langsung kami belum pernah dapat, ada sekali Sembako murah waktu dulu. Semenjak itu, kami belum pernah dapat bantuan apa-apa,\" tutup Rosia. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: